Pendahuluan
Didalam gereja atau persekutuan Kristen, “Sintua” (Penatua) dikenal sebagai
salah satu unsur pelayanan atau petugas gerejawi yang memperoleh tugas
pelayanan melalui penahbisan. Dengan penahbisan itu mereka dipilih dan disuruh
oleh Tuhan untuk menjalankan suatu tanggung jawab kristiani yakni melayani
Tuhan dan melayani sesama. Kemajuan sebuah pelayanan di jemaat (khususnya di
gereja HKBP) bukan hanya tergantung kepada pelayanan seorang pendeta dan
pelayan – pelayan yang menerima tahbisan (pangula na gok tingki = full time).
Sintua mengambil peranan yang sangat penting dalam pelayanan di gereja.. itu
sebabnya “tohonan sintua” bukan hanya sekedar pembantu (pangurupi) pendeta,
guru jemaat, Bibelvrow, Diakones.
Boleh dikatakan “Tohonan sintua” (Jabatan Penatua) lah “tohonan” yang tertua di
gereja mula – mula di Yerusalem setelah jabatan Rasul, Bahkan di gereja HKBP,
tohonan sintua merupakan jabatan yang pertama diberikan kepada pelayanan
pribumi untuk mendampingi pelayanan para misionaris yang di utus dari Eropah.
Hal ini terjadi pada tahun 1867, hanya sekitar 6 tahun setelah babtisan yang
pertama di tanah Batak (Tahun 1861 = Lahirnya HKBP). Dari sini kita dapat
melihat bahwa tohonan sintua telah meleui perjalanan yang sangat panjang dalam
sejarah Kristen baik gereja mula – mula dan juga didalam sejarah gereja Kristen
baik gereja mula–mula dan juga di dalam gereja di tanah Batak. Sementara “ohonan
guru” baru ditetapkan tahun 1873 sedangkan “tohonan kependetaan” pada tahun
1885.
Tohonan sintua adalah pelayanan yang berat tanggung jawab dan tuntutannya.
Beratnya tanggung jawab seorang penatua menyebabkan beratnya pula kualifikasi
yang diharapkan dari seorang sintua.
Pengertian “Tohonan”
Menurut Pdt. DR P.W.T. Simanjuntak (mantan Ephorus HKBP periode 1992 – 1998)
kata “Tohonan” ditinjau dari perspektif orang batak bersumber dari dua suku
kata yakni “toho” dan “an”. Kata “Toho” artinya tepat, sedangkan kata “an”
artinya itu. Jika kedua kata itu digabungkan maka dapat di artikan sebagai
berikut : “ lebih tepat si anu itu melakukannya ataupun membicarakannya dari
pada si Anu ini”. Tohonan maksudnya adalah suatu pekerjaan khusus yang sangat
penting yang tidak dapat dilaksanakan atau dilakukan oleh orang lain.
Pengertian “Tohonan “itdak dapat disamakan dengan kata “ulaon” sebagai tugas
yang tidak dapat diwakilkan dan dicabut. Berbeda dengan gereja – gereja lain
yang mengartikan “tohonan” sebagai jabatan. Jabatan yang dapat di cabut dan
berperiode.
Dari pengertian di atas, seorang yang menerima “tohonan” adalah seseorang yang
sangat tepat untuk suatu pekerjaan yang diembankan kepadanya.
Tentang Nama Sintua ( Penatua)
Dari tulisan Pdt. M.S.M. Panjaitan, MTh. Di dalam Vocatioa Dei STT HKBP
Pematang Siantar (Edisi XXXIII – XXXIV Pebruari 1992) yang disadur dari
berbagai sumber bahwa istilah yang banyak dipergunakan dalam perjanjian lama
untuk menyebut “sintua” atau penatua adalah “Zaken”.
Dalam bahasa Yunani, sintua adalah terjemahan dari kata “presbiter” atau
presbyteros. Ada beberapa kali kata itu dipakai dalam Perjanjian Baru, misalnya
: Luk 22:66; Kis 14:23; 22:5; I Tim 4 :14; 5:19; Tit 1:5. pada awalnya, kata
“resbiter” mencakup pengertian yang sangat luas. Bahkan Rasul Yohanes dan Rasul
Petrus menyebut diri mereka sebagai “Presbiter” atau sintua (Lih II Yoh. 1:1;
II Yoh 1:1; I Petr. 5:1)
Dalam bahasa Inggris “sintua” terjemahan dari kata “elder” sekalipun kata
tersebut boleh diterjemahkan dengan “pangituai” dan bisa juga berarti “sintua”.
Menurut Pdt. DR. Andar Ismail, di gereja Korea, sintua atau penatua disebut
“Yang-No-Nim” “Yang” artinya panjang, wibawa, bijak, terpelajar, pemimpin. “No”
artinya matang atau tua. Jadi sintua atau penatua adalah seorang yang panjang
pikiran , panjang wibawa, panjang sabar, panjang akal, berjiwa pemimpin, yang
bijak, matang dalam kepribadiaanya. Pokoknya berperilaku seperti seorang yang
patut dituakan.
Menurut Pdt. Prof. DR. F.H. Sianipar, bahwa kata “sintua” dikalangan orang
batak baru dikenal setelah kekristenan masuk ke tanah batak. Artinya bahwa kata
atau nama “sintua” adalah istilah di dalam gereja yang menunjuk kepada jabatan.
Sebelum kekristenan masuk ketanah batak, yang ada “pangituai” seperti “
pangituai ni huta”, yaitu orang yang diandalkan karena kepintarannya,
pengalamannya atau karena usianya. Dikatakan lagi, kalau “pangituai ni huta”
adalah menunjuk kepada “tohonan” kepada kedudukan seseorang ditengah –tengah
masyarakat, sedangkan “sintua” menunjuk kepada “tohonan” ditengah –tengah
gereja. Didalam bahasa batak, kedua istilah itu jelas berbeda sesuai dengan
fungsinya.
Peranan Sintua
1. Perjanjian Lama
Menurut tradisi perjanjian Lama asal – usul sintua atau penatua sudah ada pada
zaman sebelum Israel menjadi satu bangsa. Pada waktu itu, yang dimaksud dengan
penatua adalah kepala – kepala suku atau marga, atau pimpinan kelompok
masyarakat tertentu. Tetapi setelah terbentuknya lembaga yang mempersekutukan
Israel, maka yang dimaksud dengan penatua adalah perwakilan dari seluruh umat,
tetapi tidak mempunyai kuasa memerintah atau mengambil keputusan . penatua
merupakan suatu badan yang membantu tokoh – tokoh pemimpin seperti Musa dan
Yosua dalam hal menyampaikan perintah atau amanah yang datang dari Allah untuk
mereka lakukan (baca : Kel 3:16; 18; 4:29; 12:21; 18:12; 19:7; Bil 16:25; Yos
7:6; 8:10; 11:16; Lel 29:1-9).
Setelah umat Israel menjadi satu bangsa yamg berdiam di palestina, mulai dari
zaman hakim –hakim sampai zaman kerajaan, peranan sintua semakin besar. Di setiap
wilayah atau kota ada yang disebut “Dewan Penatua” dewan Penatua ini mempunyai
wewenang untuk memberi keputusan dalam hal yang menyangkut perkara – perkara
politis, militer dan hukum.
Tetapi selain penatua – penatua setempat itu, ada juga penatua – penatua yang
merupakan perwakilan dari setiap wilayah dan dari setiap wilayan dari setiap
suku – suku Israel yang berkumpul untuk membuat keputusan – keputusan umum (
Lih Yos 11:5; I Sam 30:2b; 2 Sam 19:12). Misalnya, penatua – penatua Israellah
yang memutuskan supaya bangsa itu mengangkut peti perjanjian dari Silo dalam
perang bangsa itu melawan Filistin ( 1 Sam 4:3) Penatua – penatua itu jugalah
yang mendesak Samuel untuk mengangkat seorang raja (1 sam 8:4). Ketika Saul
berbuat aib, dia menunjukkan penyesalannya di hadapan para penatua Israel (1
sam 15:30). Para penatua itulah yang mengurapi Daud menjadi raja di Israel.
Tetapi ketika birokrasi dari kerajaan Israel itu telah di tetapkan, pengaruh
penatua – penatua makin berkurang. Namun dalam situasi – situasi genting,
kerajaan masih mengharapkan pertimbangan mereka (1 raja 20:7) dan juga dalam
membuat keputusan – keputusan penting (1 raja 21:8,11)
2. Badan Sanhedrin di Yerusalem
Seperti yang sudah disinggung di atas bahwa di tengah – tengah orang yahudi
telah dikenal “dewan penatua” yang diberi kepercayaan memimpin bangsa itu.
Dewan dikenal dewan penatua inilah yang kemudian berkembang menjadi Sanhedrin
(Ibrani : Synedrion) di dalam umat yahudi. Pada zaman Yesus, Sanhedrin dikenal
sebagai mahkamah / pengadilan tertinggi agama yahudi yang berkedudukan di
Yerusalem. Anggota – anggotanya terdiri dari imam – imam kepala (Archiereis),
ahli – ahli taurat (Frammeteis), dan penatua – penatua atau presbyteroi (Lih
Mrk 11:27; 14:43,53; 15:1; bnd Mat 16:21; 27:41). Para penatua yang masuk
menjadi anggota Sanhedrin , adalah berasal dari keluarga – keluarga terhormat,
atau dari kaum bangsawan yahudi. Pada zaman Yesus, kuasa politis tidak
diberikan kepada badan ini. Mereka hanya diberi kuasa untuk melakukan
pengadilan dalam batas batas tertentu, yakni yang berkenaan dengan pelanggaran
hukum – hukum keyahudian. Karena perannya yang lebih dikhususkan kepada
persoalan – persoalan keagamaan, maka dalam perjanjian baru, Sanhedrin
diterjemahkan dengan “Majelis Agama” (lih Mrk 13:9). Dengan demikian, istilah
“penatua” nampaknya adalah juga gelar kehormatan bagi tokoh – tokoh masyarakat
dan tokoh – tokoh keagamaan.
3. Jemaat Mula – Mula
Sintua atau penatua untuk pertama kali ditemukan di jemaat yang ada di
Yerusalem. Peranan penatua disebutkan di sana dalam hubungannya dengan
pengumpulan kolekte dari jemaat Antiokia bagi orang – orang Kristen di
Yerusalem yang sedang mengalami kelaparan. Kolekte yang dibawa oleh Paulus dan
Barnabas disampaikan kepada penatua – penatua di Yerusalem untuk disalurkan
kepada orang – orang yang membutuhkan nya. Kemudian, ketika terjadi sidang para
rasul di Yerusalem (Kisah Rasul 15), para penatua juga ikut dalam persidangan
soal pemberlakuan hukum taurat bagi orang Kristen non Yahudi. Para penatua
diangkat dari anggota – anggota jemaat untuk secara bersama – sama dengan para
rasul untuk memimpin dan menyelesaikan soal – soal yang timbul di tengah –
tengah jemaat mula – mula.
Dari nasehat yang diberikan paulus kepada penatua – penatua di Efesus (Kis
20:18-35), kita bisa melihat fungsi dan peranan penatua, dikatakan, mereka
telah ditetapkan Tuhan sebagai “pangawas” dan gembala – gembala bagi jemaat
itu. Telah dibimbing oleh para rasul mengikut keteladanan mereka, dan menjaga
jemaat itu terhadap bahaya – bahaya guru – guru palsu yang datang dari luar dan
juga dari dalam jemaat.
Dalam surat Yakobus kita melihat bahwa jika ada dari antara anggota jemaat yang
sakit, maka para penatua sebaiknya dipanggil supaya mereka mengusahakan
kesembuhan bagi anggota jemaat yang sakit dengan mendoakan dan mengoleskan
minyak dalam nama Tuhan (lih Yak 5:14)
4. Gereja HKBP zaman DR. I.L. Nomensen
Setelah gereja berdiri di daerah Silindung, Tapanuli Utara (Tapunuli Utara
(Taput ) oleh I.L Nomensen, jabatan sintua atau penatua diberikan kepada orang
– orang pribumi untuk membantu para pendeta (missionaries) menjalankan tugas
pelayanan di dalam jemaat. Mengingat luasnya pekerjaan yang harus dikerjakan
oleh I.L . Nomensen pada waktu itu, sementara dirinya sendiri tidak mempu
membina kehidupan kerohanian jemaat yang baru berdiri. Supaya bisa terlepas
dari kesulitan itu, Nomensen berfikir, bahwa tugas palayanan itu sebagian harus
diserahkan kepada anggota jemaat yang telah dapat memahami dengan baik adat dan
sifat masyarakan batak itu sendiri. Pada tahun 1867, I.L Nomensen telah
menahbiskan 4 orang putra batak menjadi penatua gereja yang pertama di gereja
dame, sait ni huta, Tarutung, Yakni Abraham, Isak, Josep, Jakobus. Ke empat
orang inilah yang membantu Nomensen membimbing anggota jemaat yang baru masuk
Kristen. Mereka menegur, menasehati dan membawa ke jalan yang benar. Kalau
Nomensen berhalangan memimpin kebaktian minggu, salah satu dari mereka
berempatlah yang menggantikannya. Karena kebaktian minggu masih sesuatu hal
yang baru bagi anggota jemaat, maka tugas penatua dalam hal yang menyangkut
kebaktian itu demikian banyak. Pada waktu itu masih banyak anggota jemaat yang
suka ribut dalam kebaktian, maka tugas penatua adalah menegor mereka. Apabila
seseorang sampai tiga kali ditegor tetapi tetap tidak mau mengindahkan, maka
anggota jemaat yang ribut tidak diperbolehkan ikut dalam perjamuan kudus. Apa
bila tetap berkeras maka hukuman berikut adalah dikucilkan dari gereja.
Syarat Menjadi Seorang Sintua
Sejak zaman Perjanjian Lama sampai Zaman Perjanjian Baru hingga zaman gereja
sekarang, setiap orang yang akan dipilih menjadi penatua harus lah orang –
orang yang terpercaya, setia dan mampu menjalankan tugas. Dengan kata lain,
mereka harus orang yang bijaksana, dan mempunyai integritas tinggi.
Karena beratnya tugas yang dikerjakan seorang sintua dalam jemaat, Paulus
menasehatkan Timotius agar jangan buru – buru menahbiskan seseorang menjadi
sintua (1 tim 5:22). Dan orang yang akan diangkat menjadi sintua di jemaat
haruslah memiliki syarat –syarat tertentu sebagaimana di dalam 1 Tim 3 :1-7 dan
juga Titus 1 :6-9, yakni :
1) Seorang yang tidak bercacat
2) Suami dari satu istri
3) Dapat menahan diri
4) Bijaksana
5) Sopan
6) Suka memberi sumbangan (bertamu)
7) Cakap mengajar orang
8) Bukan peminum
9) Bukan pemarah
10) Peramah
11) Pendamai
12) Bukan hamba uang
13) Seorang kepala keluarga yang baik
14) Disegani dan dihormati oleh anak –anaknya
15) Jangan seorang yang baru bertobat
16) Mempunyai nama baik di luar jemaat
Tentu masih banyak lagi yang dituntut dari seorang penatua dijemaat. Dari
syarat tersebut tergambar apa yang patut dikerjakan oleh penatua dalam tugas
pelayanan di dalam gereja dan masyarakat.
Dari syarat – syarat yang telah disebutkan di atas, gereja HKBP menentukan
dalam aturannya siapa yang layak menjadi seorang sintua. Sesuai dengan aturan
peraturan HKBP tahun 2002 dijelaskan bahwa syarat menjadi seorang sintua atau
penatua adalah sebagai berikut :
a. Warga jemaat yang mempersembahkan dirinya menjadi penatua di jemaat.
b. Rajin mengikuti kebaktian minggu dan perjamuan kudus
c. Berperilaku tidak bercela
d. Paling sedikit umurnya 25 tahun
e. Sehat rohani dan jasmani
f. Sedikit – dikitnya berpendidikan sekolah lanjutan tingkat pertama (SLTP)
g. Dipilih oleh warga jemaat dari antara mereka dan ditetapkan oleh Rapat
Pelayan Tahbisan.
Itulah gambaran dan ciri – ciri khas dari seorang penatua di dalam gereja HKBP,
dan didalam gambaran itu tercermin juga gerak pelayanan dari seorang penatua .
itu berarti pelayanan itulah yang menunjukkan diri seseorang sebagai penatua.
Penatua itu bukanlah suatu gelar kehormatan didalam kehormatan di dalam gereja,
melainkan suatu fungsi pelayanan di tengah – tengah jemaat.
Tugas Sintua Atau Penatua
Dikisah para rasul, ada 3 tugas utama para penatua :
1. memelihara atau menggembalakan jemaat, kepada para penatua di Efesus, Paulus
berkata .”….jagalah…jemaat Allah….” (Kis 20:28)
2. Memimpin atau mengatur jemaat. Di titus 1:7, digunakan istilah “pangatur
rumah Allah, kata yunaninya “Oikonomon”, berarti pengelola atau pelaksana
usaha. Penatua berfungsi mengelola jemaat supaya jemaat menjadi hidup dan
berkembang, tertib dan teratur.
3. menjaga kemurnian ajaran gereja, di Kis 20 :29 – 31, Paulus mengingatkan
kemungkinan adanya orang, baik dari dalam maupun dari luar, yang berusaha
menarik murid – murid dari jalan yang benar.
Tugas seorang Sintua menurut Aturan Peraturan HKBP tahun 2002 adalah sebagai
berikut :
a. Sebagai tertera dalam Agenda Penerimaan Penatua HKBP
b. Melaksanakan Babtisan darurat
c. Menyusun statistik warga jemaat di lingkungannya masing – masing
d. Mengikuti sermon dan rapat penatua
e. Menyampaikan berkat tanpa menumpangkan tangan, sementara menurut Pdt. Prof.
DR.F.H. Sianipar, tugas seorang sintua ada mencakup:
1. Mitra Pendeta dan Guru jemaat melaksanaknan pelayanan di gereja
2. Menjaga kehidupan rohani warga jemaat
3. Melaksanakan Babtisan Darurat Pandidion Nahinipu
4. Memelihara atau menjaga RPP (Siasat gereja)
5. Membuat statistik jemaat di Wijk masing – masing
6. Mengajar anak sekolah minggu
7. Menjaga dan mengembangkan harta gereja
8. Mengikuti sermon dan rapat sintua
9. Menjenguk orang yang sakit
10. Memimpin Kebaktian minggu (maragenda)
11. Berkhotbah
Penutup
Persyaratan yang diajukan untuk seorang sintua bukan dimaksud supaya kita
menyerah dan berkata “saya tidak layak” Tohonan sintua adalah sebuah anugerah
Tuhan yang diberikan atas dasar kemurahan hatinya. DR.J.L.Ch. Abineno
mengatakan dalam bukunya Penatua – Jabatan dan pekerjaannya, bahwa jabatan
gerejawi “tidak berdasar atas kebaikan atau prestasi dari mereka yang
memangkunya “ibarat sebuah alat, mungkin kita merasa tidak memenuhi
kualifikasi, tetapi jika Tuhan mau memakai kita sebagai alatNya, maka kita bisa
menjadi alat yang berguna didalam tangan Nya.
Pelayanan kepada Tuhan tidak diukur dari banyaknya yang kita perbuat, melainkan
dari kesungguhan dan kesetiaan kita melakukan pelayanan itu. Calvin berkata
“yang penting bukanlah apa yang kita kerjakan dengan kekuatan kita, melainkan
apa yang dikerjakan oleh Allah melalui kita “Alkitab bersaksi tentang seorang
sintua “penatua – penatua yang baik pimpinannya patut dihormati dua kali lipat,
terutama mereka yang dengan jerih payah berkhotbah dan mengajar “(1 tim 5:17)
Daftar Pustaka:
1. Pdt. Prof. DR. F.H.Sianipar, Tohonan Sintua, Yayasan STT HKBP Pematang Siantar, 1996
2. STT HKBP P. Siantar, Vocatio Dei, (edisi XXXIII-XXXIV), Pematang Siantar, STT HKBP, 1992.
3. Dr. Harun Hadiwijono, Iman Kristen, Jakarta; BPK Gunung Mulia, 2003.
4. Dr. Andar Ismail, Selamat Melayani Tuhan, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2000.
5. Aturan dohot Peraturan HKBP Tahun 2002.
6. Agenda di HKBP
(Penulis adalah Pdt. Bikwai Simanjuntak, tulisan ini dimuat dalam Buletin Narhasem Edisi Juli 2007)
Yang saya mau tanyakan, siapakah yang akan menilai pekerjaan sintua.Dan apakah sintua mempunyai hak untuk menilai pekerjaan pendeta atas pelayanannya.
BalasHapus