Selamat datang di blog sederhana ini, kiranya menjadi berkat bagi kita semua

Rabu, 26 Januari 2011

GM Panggabean (8 Jun 1929 - 20 Jan 2011)



GM Panggabean, bernama lengkap Gerhard Mulia Panggaben, lahir di Sibolga, 8 Juni 1929 dan meninggal di Singapura, 20 Januari 2011. Tokoh pers dan pendiri (Pemimpin Umum dan Pemimpin Redaksi) Harian Sinar Indonesia Baru (SIB), koran nasional terbitan Medan, ini seorang tokoh dan pejuang masyarakat Batak berintegritas tinggi dan berjiwa kebangsaan. Dia seorang nasionalis sejati yang berakar kuat pada identitas dirinya sebagai warga masyarakat adat Batak. Sebagai seorang jurnalis, dia punya prinsip teguh, visioner dan pejuang. Bahkan, dia bukanlah jurnalis biasa, yang hanya pandai merangkai kata, tetapi dia adalah seorang tokoh pejuang yang mengakar pada masyarakat pembacanya.
Tidak banyak tokoh pers yang memiliki kharisma yang sedemikian kuat di mata masyarakatnya (pembacanya). Dia jurnalis yang pemimpin, tokoh masyarakat Batak kharismatik, yang sangat gelisah melihat ketidakadilan, fanatisme sempit dan kekerdilan berpikir. Dia seorang tokoh pejuang yang meyakini bahwa keberagaman adalah keniscayaan! Bagi dia, nilai-nilai dasar Pancasila, adalah asas yang harus dipegang teguh dan diimplementasikan secara konkrit dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Maka dia sangat gelisah, bila melihat penyimpangan atau pengaburan atas nilai-nilai dasar bernegara tersebut.
Dia berani bersuara, bersikap dan bertindak untuk memperjuangkan kebenaran dan keadilan yang diyakininya. Maka, tak heran bila dia sangat dikagumi masyarakatnya (terutama pembacanya), sekaligus sangat disegani orang-orang yang berbeda pandangan dengannya. Dia seorang pemimpin kharismatik yang kontroversial. Dalam pengaruh politik, dia tokoh yang sangat disegani di Sumatera Utara. Sangat banyak tokoh yang ingin menjadi pemimpin (Gubernur, Bupati dan Walikota serta jabatan-jabatan pelayan publik lainnya) merasa memiliki keyakinan bila telah menemui GM Panggabean lebih dulu. Bahkan, ketika masa kampanye Pemilu Presiden pun, selalu ada Calon Presiden menemuinya. Bukan hanya calon pejabat, bahkan calon pimpinan gereja pun di Sumatera Utara juga menemuinya lebih dulu. Dan, biasanya pertemuan seperti itu selalu diekspose di Koran Sinar Indonesia Baru (SIB) yang dipimpinnya, lengkap dengan foto-fotonya.
Tak jarang penampilan seperti ini dikritik beberapa (bahkan banyak) orang. Tetapi, suka atau tidak, diakui atau tidak, mereka merasakan kehebatannya. Dia memang bukanlah jurnalis biasa-biasa. Yang hanya bisa menulis berita, opini, tajuk atau catatan-catatan pojok, sekilas, pinggir atau semacamnya. Melainkan, dia seorang jurnalis yang secara total, termasuk bahasa tubuhnya, memberi pengaruh pada lingkungannya. Dia tokoh pers sekaligus tokoh masyarakat fenomenal di Sumatera Utara. Dia pemimpin informal yang amat berpengaruh.
Semangat juang untuk menegakkan keadilan sudah terpatri dan terasah dalam dirinya sejak masih muda. Tatkala masih berusia sembilan belas tahun, dia ikut berjuang dalam PRRI yang menuntut pemerataan pembangunan. Dia menjadi Walikota Sibolga dan kemudian menjadi Menteri Penerangan PRRI di Tapanuli. Sesudah itu, dia menjadi wartawan Harian Waspada di Tapanuli yang beberapa saat kemudian ditarik ke Medan. Di Harian Waspada dia sempat menjadi kepercayaan H. Mohammad Said (HMS) dan Hj. Ani Idrus (kedua tokoh ini sudah almarhum), pendiri dan pemimpin Harian Waspada. Bahkan GM Panggabean sempat menjabat Kuasa Usaha Harian Waspada. Maka, bagi dia, kedua tokoh pers itu adalah sebagai guru, terutama H. Mohammad Said (HMS) sangat dihormatinya sebagai orang tua, guru dan sesepuh. Kemudian, bersama rekan-rekannya, Pak GM (panggilan akrabnya) mengelola Harian Sinar Harapan Edisi Sumatera Utara. Koran ini pun berkembang pesat. Beberapa tahun kemudian, tepatnya 9 Mei 1970, bersama MD Wakkary dan teman-temannya mendirikan Harian Sinar Indonesia Baru (SIB). Pertama kali dan kemudian selama tiga tahun, koran ini dicetak di percetakan Harian Waspada. Koran ini seperti bayi yang cepat besar. Hanya dalam tiga tahun, koran ini sudah menguasai pasar di Sumatera Utara, Aceh dan Riau. Dalam tiga tahun usia Harian SIB, koran Sinar Harapan pun berhenti terbit, pangsa pasarnya sudah beralih ke Koran SIB. Koran ini pun menjadi pesaing serius bagi Koran Waspada dan Mimbar Umum yang kala itu terbilang berpengaruh di Sumatera Utara. Bahkan dalam usia lima tahun hingga akhir tahun 1980-an, Koran SIB menyatakan diri sebagai koran terbesar di Sumatera dengan mencantumkan kata itu di banner depan. Memang, harus diakui, dari segi oplah dan pengaruh, kala itu, koran inilah yang terbesar Konferernsi pers yang dilakukan sebuah instansi bisa ditunda beberapa saat hanya karena wartawan koran ini belum tiba di tempat. Bahasanya lugas dan tidak banyak basa-basi. Tegas dan jelas! Kritiknya membuat orang yang tipis kuping, tersingung. Komitmennya tentang pembangunan daerah sangat tinggi, walaupun pada masa sentralisasi kekuasaan pusat. Terutama pembangunan Tapanuli. Kendati kata 'Tapanuli Peta Kemiskinan" pertama kali dirilis Harian Sinar Harapan Jakarta, tetapi koran SIB-lah yang selalu gigih, di barisan terdepan, memperjuangkan pembangunan Tapanuli. Sehingga di kalangan tertentu di Jakarta, koran ini dijuluki sebagai Koran Batak.
Koran ini pernah dibredel akibat pemberitaan nasional. Beberapa kali juga pernah diusulkan agar dibredel oleh pejabat-pejabat penting di Sumut dan kelompok masyarakat tertentu. Suatu ketika pejabat penting Sumut pernah mengusulkan ke Pusat agar koran ini ditutup karena dianggap membuat berita sara terkait Rektor USU AP Parlindungan. Tetapi di lain kesempatan, bahkan Sinode HKBP (Huria Kristen Batak Protestan) pernah pula mengusulkan agar 'Koran Batak' ini ditutup. Tetapi koran ini tetap eksis dengan jati dirinya yang teguh. Bahkan julukan 'Koran Batak' justru menyelamatkannya dari tindakan pemberangusan. Karena, Koran SIB dengan pemberitaan-pemberitaannya yang kritis, dinilai (dan sekaligus membela diri) sedang mencubit dirinya sendiri. Hal mana, kritik yang diberikan kepada instansi, lembaga, pejabat, tokoh dan/atau kelompak masyarakat di Sumatera Utara dinilai tidak hanya dirasa sakit oleh orang yang dikritik tetapi sesungguhnya juga dirasa sakit oleh para pengelola koran ini sendiri. Bukankah Koran SIB dijuluki Koran Batak?
Kontroversi, atau lebih tepat disebut sebagai dinamika, tentang isi pemberitaan (kritik) koran ini. Nama koran ini (SIB), saat suatu ketika pernah diusulkan pihak tertentu di Sumut agar dibredel, melahirkan dua plesetan. Kata SIB yang sebenarnya adalah kependekan (akronim) dari Sinar Indonesia Baru, diplesetkan oleh orang yang merasa tidak senang dengan Semua Isinya Bohong (SIB). Tetapi bagi pihak yang menyenangi, apalagi para pelanggan setianya, menyebut sebaliknya, Semua Isinya Benar (SIB). Itulah gambaran dinamika koran ini yang merupakan personifikasi dari GM Panggabean, Sang Pemimpin.
Dinamika itu semakin intens tatkala GM Panggabean mendirikan sekaligus memimpin (menjabat Ketua Umum) Lembaga Pahlawan Nasional Raja Sisingamangaraja XII, disingkat Lembaga Sisingamangaraja XII berpusat di Medan. Lembaga ini dideklarasikan dalam Rapat Umum di Stadion teladan Medan dalam rangka peringatan 9 Windu Wafatnya Pahlawan Nasional Raja Sisingamangaraja XII, 17 Juni 1979, yang dihadiri puluhan ribu warga masyarakat adat Batak (Toba, Simalungun, Angkola, Mandailing, Karo, Pakpak -Dairi, dan Pesisir Barat dan Timur) yang datang dari berbagai daerah.
Lembaga ini mendapat dukungan luas dari masyarakat Sumatera Utara. Tidak hanya yang tinggal di Sumatera Utara, tetapi juga di seluruh Nusantara. Kala itu, hampir di seluruh Provinsi di Indonesia berdiri Cabang Lembaga Sisingamangaraja. Kharisma kepemimpinnya semakin menyala. Melalui lembaga ini, dia menggalang partisipasi masyarakat untuk membangun daerahnya, melakukan gotong-royong. Antara lain, jalan dari Doloksanggul menuju Bakkara yang amat terjal dan sama sekali tidak bisa dilalui kenderaan, dibuka dengan gotong royong oleh masyarakat dari dua kecamatan (Doloksanggul dan Muara). Begitu juga di Parlilitan dan Parmonangan, dan daerah-daerah yang masih terisolasi lainnya, dibuka dengan bergotong-royong. Spirit untuk membangun bangkit. Sehingga kemudian Pemerintah Provinsi Sumatera Utara mengikut meluncurkan gerakan pembangunan Marsipature Hutana Be (Martabe).
Melalui Lembaga ini, Pak GM pun berhasil menghimpun partisipasi masyarakat dengan membuka 'dompet' di Harian SIB, untuk membangun tugu Pahlawan Nasional Sisirangaraja XII di Jalan Sisingamangaraja, Medan, persis di depan Stadion Teladan. Pada kesempatan inilah juga dia mendirikan Universitas Sisingamangaraja di Medan dan Siborongborong, Tapanuli. Kedua universitas ini lahir atas usulan tokoh-tokoh masyarakat adat Batak yang terhimpun di Lembaga Sisingamangaraja. Maka, sangat pantas, pada kesempatan inilah dia diberi kehormatan menjadi Anggota MPR-RI, dua periode, mewakili daerah dan golongan masyarakat adat Sumatera Utara.
Kala itu, selain berbagai dukungan dan apresiasi diberikan kepadanya, juga ada tudingan dan spekulasi kecurigaan dialamatkan kepadanya. Dengan menggalang perhimpunan di Lembaga Sisingamangaraja, dia dikira (dituding) berambisi menjadikan dirinya untuk dinobatkan menjadi Sisingamangaraja XIII. Tudingan ini tidak beralasan, karena Pak GM sangat memahami siapa Sisingamangaraja (Dinasti Sisingamangaraja) lebih dari orang yang menudingnya. Namun, dia tidak mau surut, dengan tudingan miring itu, sebab dia hanya melihat Pahlawan Nasional Raja Sisingamangaraja sebagai sebuah nama yang amat berpengaruh mempersatukan masyarakat Sumatera Utara, bukan hanya suku Batak.
Kekuatiran juga muncul di sebagian pemimpin gereja: Jangan-jangan kehadiran Lembaga Sisingamangaraja berpengaruh menghidupkan kembali faham animisme. Kekuatiran ini hanyalah karena sebagian pendeta kurang mau memahami visi dan misi Lembaga Sisingamangaraja yang mengusung gerakan moral dan kebersamaan dari sisi adat-budaya. Hal ini bisa pula dimaklumi, jangankan Lembaga Sisingamangaraja, bahkan sampai saat ini masih ada kalangan pendeta yang membakar ulos karena kuatir ulos dan adat itu animisme.
GM Panggabean telah mendobrak kekuatiran ini. Diskursus mengenai agama dan kebudayaan menjadi amat intens kala itu. Penggunaan alat musik tradisional Gondang Batak dan ulos yang kala itu masih belum terbiasa (bahkan dilarang) di Gereja, hari ini telah menjadi bahagian dari upacara ritual kebaktian di banyak gereja, khususnya gereja-gereja Batak. Pemahaman perihal proses pengudusan kebudayaan semakin meluas dan memasyarakat.
Namun, tidak ada gading yang tidak retak. GM Panggabean bukanlah malaikat. Ketika para pendeta HKBP 'bertikai', Pak GM terasa (dianggap) keberpihakannya kepada salah satu pihak. Walaupun anggapan ini tidak seluruhnya benar bila dicermati sejak awal terjadinya 'pertikaian pendeta HKBP' itu. Awalnya, beberapa pendeta melakukan protes atas kepemimpinan Ephorus HKBP Dr. SAE Nababan, setelah melakukan retreat di Parapat, 16 Maret 1988. Mereka menerbitkan buku surat terbuka kepada ephorus berjudul "Parmaraan di HKBP' Subjudul 'Qua Vadis HKBP' dengan gambar sampul Salib Retak-Patah. Dalam buku itu dibeberkan berbagai 'penyimpangan iman' HKBP yang mereka simpulkan sebagai ancaman bahaya dan ajaran sesat masuk ke tubuh HKBP yang dilakukan Ephorus SAE Nababan, yang kala itu belum satu tahun terpilih dan membawa Tim Evangelisasi Nehemia dari Jakarta (melayani dengan tidak sesuai Konfessi HKBP).
Kala itu, Pak GM dan Harian SIB 'masih' obyektif. Tetapi pendeta yang memprotes menuding SIB berpihak pada Ephorus SAE Nababan. Hal ini dinyatakan dalam beberapa publikasi yang mereka buat, termasuk dalam buku Qua Vadis HKBP dan buku 'Nunga Lam Patar Angka Poda Na Lipe na Bongot tu HKBP' yang diterbikan kemudian. Maklum, sebab SAE Nababan adalah Ephorus HKBP yang pertama mau menghadiri acara yang diselenggarakan Lembaga Sisingamanagaraja, yakni di Universitas Sisingamangarja Tapanuli di Siborongborong.
Lalu, dalam perkembangan berikutnya, ketika Ephorus Nababan mengultimatum dan kemudian memecat 22 pendeta, 10 sintua, 2 bibelvrow dan 1 karyawati yang memprotes (peserta Retreat di Parapat dan tak mau minta maaf), Pak GM dan Harian SIB mengambil sikap menolak tindakan pemecatan tersebut. Pemberitaan SIB secara simultan mengkritisi Ephorus Nababan dan pendukungnya. Kemudian, para pendeta yang dipecat tersebut, yang semula menyebut SIB berpihak kepada Ephorus Nababan, merapat ke Pak GM (SIB). Begitu pula beberapa tokoh anggota jemaat HKBP di Jakarta dan Medan melakukan hal yang sama dengan membentuk Forum Komunikasi Ruas HKBP di Jakarta dan Sekber Kemurnian HKBP di Medan yang mengkritisi kepemimpinan Ephorus Nababan, menuntutnya mundur. Dalam konkeks inilah Harian SIB mengambil sebuah sikap, yang bagi mereka yang dikritisi terasa tidak obyektif.
Di samping itu, berbagai spekulasi juga dilontarkan, beralihnya keberpihakan Pak GM (Harian SIB) kepada pendeta yang dipecat, bukan semata-mata karena tindakan pemecatan itu, tetapi juga soal rencana pendirian Universitas Nehemia berdekatan dengan Universitas Sisingamangaraja di Silangit, Siborongborong, Tapanuli, yang diprakarsai beberapa tokoh termasuk Ephorus SAE Nababan. Spekulasi ini tidaklah sepenuhnya benar. Sebab akan berbeda halnya jika rencana pendirian Universitas Nehemia yang membawa-bawa nama Ephorus HKBP itu untuk menggalang dana mempunyai hubungan organisatoris dengan HKBP.
Kemudian, ketika reformasi bergulir, berbagai daerah telah menjadi provinsi baru. Beberapa tokoh masyarakat Tapanuli memandang sudah selayaknya Tapanuli juga menjadi provinsi. Tapanuli yang tetap setia kepada Republik Indonesia, tatkala berbagai daerah telah memisahkan diri sebagai Negara, dalam Negara Republik Indonesia Serikat, terasa semakin tertinggal dari daerah lain. Pak GM pun ikut mendukung perjuangan ini dengan duduk sebagai penasehat. Puteranya GM Chandra Panggabean, yang sudah menjadi Anggota DPRD dari Partai Golkar, kemudian pindah ke Partai PPRN, lebih banyak berperan dalam perjuangan pembentukan Provinsi Tapanuli (Protap) tersebut. Perjuangan politik ini, ternoda oleh tangan-tangan yang diduga tidak setuju pembentukan Protap. Demo ke kantor DPRD Sumut, 3 Februari 2009, berakibat meninggalnya Ketua DPRD Sumut. Puteranya, GM Chandra dianggap bertanggungjawab dan dihukum. Hukuman yang dianggap berbau politik.
GM Panggabean pun dipanggil sebagai saksi. Namun, Pak GM yang kesehatannya sudah terganggu sudah dalam perawatan di Singapura. Sampai akhirnya, beberapa saat setelah menjalani operasi jantung, Pak GM menghembuskan nafas terakhir di RS Mounth Elisabeth Singapura, dalam usia 82 tahun, Kamis 20 Januari 2011 sekitar pukul 22.00 WIB, meninggalkan seorang isteri, delapan anak dan 13 cucu. Perjuangan yang diusungnya sampai akhir tanpa kenal lelah, telah makin mengukuhkannya sebagai pejuang yang patut dikenang sebagai pahlawan sejati pembangunan daerah, khususnya Sumatera Utara dan lebih khusus lagi Tapanuli, Tona Batak, daerah leluhur (Bonapasogit) yang amat dicintainya. Selamat Jalan Pak GM!

sumber : Bio TokohIndonesia.com | Ch. Robin Simanullang ENSIKLOPEDI TOKOH INDONESIA

Curriculum Vitae :
Nama                           :GM Panggabean
Nama Lengkap            :Gerhard Mulia Panggabean
Lahir                            :Sibolga, 8 Juni 1929
Meninggal                   :Singapura, 20 Januari 2011
Isteri                            :Ramlah Br. Hutagalung
Anak:
-          GM Intan Panggabean
-          GM Chandra Panggabean
-          GM Netty Panggabean
-          GM Tuty Rotua Panggabean
-          GM Imanuel Panggabean
-          GM Marulam Panggabean
-          GM Windu Panggabean
-          GM Junior Panggabean
Karir:
-          Wartawan Harian Waspada
-          Wartawan Harian Sinar Harapan Medan
-          Pendiri dan Pemimpin Umum Harian Sinar Indonesia Baru
Kegiatan Lain:
-          Pendiri dan Ketua Umum Lembaga Sisingamangaraja XII
-          Pendiri Universitas Sisingamangaraja XII, Medan
-          Pendiri Universitas Sisingamangaraja Tapanuli (Unita), Siborongborong


2 komentar:

  1. Tulisan saudara sangat subyektif, kiprah apa yg sudah GM sumbangkan buat orang batak? sy melihat GM membuat langkah mundur orang batak dengan memelopori pembangunan tugu,dan lebih sadis dia melalui korannya menjadi provokator sewaktu kasus HKBP,apa ga jijik saudara mencebok kotarannya GM?

    BalasHapus
  2. Sdr. Anonim, tulisan ini bersumber dari Bio TokohIndonesia.com | Ch. Robin Simanullang : ENSIKLOPEDI TOKOH INDONESIA. Secara umum sy sependapat dengan penulisnya tentang figur Bapak GM Panggabean. Tulisan ini tidak sepenuhnya merupakan pujian terhadap Pak GM, namun juga secara objektif menyoroti peran "kontroversial" beliau terhadap berbagai kasus yang terjadi. Contoh : dalam kasus HKBP, penulis menyoroti latar belakang keberpihakan beliau kepada salah satu kelompok yang bertikai. Intinya, setiap manusia memiliki kelebihan dan kekurangan, itu yang bisa kita lihat dari sosok Pak. GM. Terima kasih

    BalasHapus

HTML