Selamat datang di blog sederhana ini, kiranya menjadi berkat bagi kita semua

Jumat, 21 Januari 2011

Terusiknya Rasa Kebanggaan Sebagai Orang Batak


Ketika saya masih SD, saya mengenal (mengetahui) banyak nama-nama orang batak yang menjadi tokoh nasional (melalui pelajaran sejarah maupun koran). Mantan wakil presiden  (Adam Malik Batubara), Perdana menteri (Amir Syarifuddin Harahap dan Burhanuddin Harahap), Jenderal AH. Nasution, DI Panjaitan, TB. Simatupang, Maraden Panggabean, dll.

Setiap pergantian kabinet di masa Sukarno, era Soeharto dan pasca-Soeharto pasti ada orang batak yang menjadi menteri :
-          Di masa Persiden Sukarno ada Amir Syarifuddin, Todung Sutan Gunung Mulia Harahap, Mananti Sitompul, Ferdinand L. Tobing, Burhanuddin Harahap, H. Sinaga, A.H. Nasution, Arifin Hutabarat, Adam Malik Batubara, dan T.D. Pardede. Amir Syarifuddin dan Burhanuddin Harahap bahkan menjadi perdana menteri.
-          Di masa Presiden Soeharto ada Adam Malik, A.M. Tambunan, Maraden Panggabean, Cosmas Batubara, Akbar Tandjung, Feisal Tandjung, Hasjrul Harahap, J.H. Hutasoit dan Arifin Siregar. Adam Malik Batubara bahkan menjadi wakil presiden.
-          Setelah Soeharto tumbang, ada Mahadi Sinambela, Bomer Pasaribu, Panangian Siregar, Muslimin Nasution, Marsillam Simandjuntak, T.B. Silalahi, Bungaran Saragih, Sudi Silalahi, dan M.S. Kaban. Sudi dan Kaban menjadi menteri di kabinet SBY sekarang.
Dikalangan militer pun, cukup banyak orang batak yang tersohor, katakanlah Sintong Panjaitan, Sahala Rajagukguk (Alm), Luhut Panjaitan, Cornel Simbolon, Feisal Tanjung, dll.

Orang-orang besar tersebut selalu menjadi inspirasi bagi anak-anak batak di bonapasogit  sehingga bersemangat menyelesaikan sekolah dan merantau ke kota untuk menggapai cita-cita seperti tokoh-tokoh tersebut. Semuanya itu membuat saya yakin bila ada yang bertanya “apakah kau bangga menjadi orang batak?” Dengan tegas saya akan menjawab “Aku bangga!”.

Namun, saat ini, jika ada orang bertanya : “apakah kau masih bangga sebagai orang batak?”, mungkin jawaban saya tidak lagi setegas yang dulu, mengapa?

1.      Kasus Gayus Tambunan

Bagi orang batak Hamoraon (kekayaan) adalah cita-cita yang sudah menjadi falsafah selain Hagabeon (Anak banyak) dan Hasangapon (Kehormatan). Orang batak akan sangat bangga jika ada anak atau anggota keluarga yang menjadi orang kaya di negeri orang. (Tidak peduli darimana harta kekayaan itu berasal). Cita-cita itu sepertinya telah membuat sebagian orang batak menempuh segala cara untuk memperoleh harta kekayaan yang banyak.
Seluruh media di nusantara saat ini  sibuk memberitakan masalah Gayus Halomoan Partahanan Tambunan[1], orang batak pegawai Pajak yang mempunyai kekayaan 104 M lebih. Dia didakwa dalam Kasus Suap, Money laundering & korupsi. Dan yang membuat saya agak terganggu adalah bahwa kasus ini ternyata melibatkan banyak orang beretnis Batak. Lihatlah misalnya, dari deretan pegawai pajak yang telah dinyatakan sebagai tersangka, Gayus menyeret Humala Napitupulu[2], Selain Humala, polisi juga telah menetapkan tersangka ketiga dari jajaran fiskus, yakni Maruli Pandapotan Manurung[3].
Dari kalangan pengacara, tercatat nama Haposan Hutagalung[4] sebagai korban. Seolah mengonfirmasi cerita dominasi etnis Batak dalam dunia kepengacaraan, para pengacara kondang yang membela para tersangka di atas pun kebanyakan juga berasal dari wilayah Tapanuli. Misalnya, usai kembali dari pelariannya di Singapura, Gayus Tambunan langsung ditangani oleh kantor pengacara tenar Adnan Buyung Nasution & Partners. Pengacara menawan bertutur kata lembut yang kerap tampil di media massa mewakili kantor pengacara ini adalah Pia Ariestiana Rinanda Akbar-Nasution, putri Adnan Buyung Nasution. Konon, Adnan Buyung Nasution telah pula meminta Hotma Sitompoel untuk bersedia turut serta membela Gayus Tambunan.
Sementara itu, Juniver Girsang, pengacara Maruli Pandapotan Manurung, telah mulai rajin lalu lalang di Bareskrim Mabes Polri dan menjumpai para jurnalis media massa guna membela kepentingan kliennya. Kemudian Ully Manurung dan Joyada Siallagan telah ditunjuk mewakili Maruli Pandapotan Manurung. Sedangkan Haposan Hutagalung diperebutkan untuk dibela oleh dua organisasi advokat, Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) dan Kongres Advokat Indonesia (KAI), yang masing-masing dipimpin oleh Otto Hasibuan dan Indra Sahnun Lubis. Para pengacara ini tampaknya sadar betul bahwa membela high profile case semacam itu merupakan cara yang sangat efisien dan efektif guna mempromosikan diri sendiri.
Di jajaran kejaksaan, kasus Gayus Tambunan ini telah memakan dua korban, yakni Cirus Sinaga dan Poltak Manulang[5]. Saat menangani kasus penggelapan pajak yang pertama, yang berujung dengan vonis bebas bagi Gayus Tambunan,. Meski belum ditahan, kedua jaksa ini telah dinyatakan sebagai tersangka oleh Polri. Hingga saat ini Cirus dan Poltak belum menunjuk pengacara yang akan membelanya.
Masih untung di jajaran para kepolisian dan kehakiman yang terlibat tidak ada nama orang batak, jika ada, maka lengkaplah sudah…!

2.      Kasus Century
Saat Komisaris Jenderal Polisi Susno Duadji bersaksi di depan Pansus Angket Century, terjadi perdebatan sengit antara dua orang anggota Pansus yang mewakili dua fraksi yang berseberangan, yakni Ruhut Poltak Sitompul (Fraksi Partai Demokrat) dan Maruarar Sirait (Fraksi PDI Perjuangan). Perdebatan mereka berdua yang berlangsung cukup lama tiba-tiba mengingatkan saya bahwa telah banyak tokoh Batak yang selama ini tampil dan mewarnai sidang-sidang Pansus Angket Century.
Selain kedua anggota Pansus Angket Century tersebut, terdapat dua orang Batak bermarga Nasution yang telah pernah dipanggil sebagai saksi, yakni Darmin dan Anwar[6]. Sesungguhnya, terdapat seorang Nasution lain, yakni Sekretaris Jenderal Kementerian Keuangan Mulia P. Nasution, yang meski tak ditanyai, ikut mendampingi Menteri Keuangan Sri Mulyani saat diperiksa Pansus Angket Century.
Selain tiga orang Nasution di atas, tiga orang bersuku Batak lain yang hadir bersaksi dari jajaran Bank Indonesia adalah Miranda Swaray Goeltom[7], Aulia Tantowi Pohan[8] dan Sabar Anton Tarihoran[9].
Dari jajaran pemerintah, telah bersaksi Raden Pardede, yang menjabat Sekretaris Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) saat kebijakan bail out Bank Century diambil, serta Marsillam Simanjuntak, mantan Ketua Unit Kerja Presiden untuk Pengelolaan Program dan Reformasi (UKP3R), yang menjadi narasumber pada rapat-rapat konsultasi KSSK. Sedangkan Erman Radjagukguk, guru besar Fakultas Hukum UI yang juga pernah menjabat Wakil Sekretaris Kabinet, dijadwalkan hadir di sidang Pansus Angket Century untuk didengar keterangannya sebagai ahli dalam bidang hukum ekonomi.
Selama ini masyarakat telah mengenal para pengacara kondang, yang menangani kasus-kasus kondang, banyak yang berasal dari suku Batak. Sebutlah misalnya Adnan Buyung Nasution, Todung Mulya Lubis, Luhut M.P. Pangaribuan, Hotma Sitompoel, Bonaran Situmeang, Juniver Girsang, Indra Sahnun Lubis, R.O. Tambunan, Hotman Paris Hutapea, dan masih banyak lagi.
Namun, dari sidang-sidang Pansus Angket Century yang ditayangkan langsung oleh televisi, masyarakat menjadi mengenal juga kepiawaian orang-orang Batak dalam bidang ekonomi, moneter, dan perbankan. Ciri-ciri khas orang Batak yang keras, lugas dan berani juga mewarnai penampilan mereka di depan sidang-sidang Pansus Angket Century yang tak jarang berlangsung keras dan panas.
Diantara nama-nama diatas, memang tidak semua yang bermasalah tetapi penampilan mereka di media public seakan mempertontonkan sebuah opera diatas panggung nasional yang dimainkan oleh orang-orang batak. Berbagai peran dimainkan, ada yang antagonis dan protagonis, seakan diadu dalam sebuah turnamen hukum dan politik Negara ini.
Kebanggaan saya sebagai orang batak terhadap tokoh-tokoh batak “positif” telah sedikit tercemari oleh munculnya figure-figur batak “negative” belakangan ini. Sehingga ketika saya ditanya “apakah masih bangga menjadi orang batak?”, jawaban saya antara ya dan tidak.  




[1] Seorang pegawai pajak golongan IIIA yang gajinya berkisar Rp 1,6 sampai Rp 1,8 juta/bulan
[2] Kolega Gayus di Tim Penelaah Keberatan Pajak hingga September 2007
[3] atasan Gayus pada kurun waktu Maret-September 2007
[4] Mantan pengacara Gayus ini dituding berperan penting dalam merekayasa skenario untuk membebaskan kliennya dari jeratan hukum, termasuk dengan cara membagi-bagikan uang suap kepada para polisi, jaksa, dan hakim. Meski ia kemudian memang berhasil membuat Gayus divonis bebas oleh majelis hakim, tetapi karena cara yang dipilihnya tidak benar, ia harus menebusnya dengan menjadi pesakitan
[5] Cirus Sinaga adalah Ketua Jaksa Peneliti kasus tersebut, sedangkan Poltak Manulang adalah Direktur Prapenuntutan Kejaksaan Agung
[6] Darmin Nasution saat ini menjabat Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia, yang saat kebijakan bail out Bank Century dilakukan lebih setahun lampau menjabat Direktur Jenderal Pajak merangkap anggota Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS). Sementara itu, Anwar Nasution adalah mantan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia dan mantan Ketua Badan Pemeriksa Keuangan.
[7] mantan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia
[8] mantan Deputi Gubernur Bank Indonesia, yang juga besan Presiden SBY
[9] mantan Direktur Pengawasan Bank Indonesia

3 komentar:

  1. Mantap kali bah blognya,,,
    http://berandabatak.blogspot.com

    BalasHapus
  2. Sattabi tulang ijin mengutip sebagian opini tulang ya, sangat menarik dan bisa jadi bahan instropeksi bagi orang-orang Batak. Horas!!

    BalasHapus
  3. Jabatan adlh anugerah dri Tuhan, bkn dri jokowi atw siapapun.jgn pernh menaruh harapan dri siapa pun dimuka bumi ini,,,terus bekerja yg sifatnya berguna pd orang lain jgn saling menyalahkan.Horasss..

    BalasHapus

HTML