Selamat datang di blog sederhana ini, kiranya menjadi berkat bagi kita semua

Sabtu, 06 Maret 2010

MENGUCAP SYUKUR WALAU DALAM PENDERITAAN

A.. Pendahuluan

Kalau mau jujur, tidaklah mudah mengucap syukur dengan tulus, karena substansi pengucapan syukur sebenarnya adalah pengorbanan, bukan hanya sekedar basa-basi.

Memang dalam keadaan baik, mudah sekali orang mengucap syukur. Namun, pada saat keadaan yang buruk, waktu kita cemas, sedih, datang kepahitan, resesi ekonomi, devaluasi, likuidasi bank dan sebagainya, dapatkah kita mengucapkan syukur?


Acap kali terjadi dalam hidup ini, seseorang begitu gembira dan mengucapkan syukur, jika dia berhasil dalam hidup sehari-hari. Mungkin karena dia memperoleh keuntungan yang tidak disangka-sangka atau keuntungan yang diperjuangkan, hingga berhasil. Mungkin juga karena anaknya berhasil menyelesaikan studinya dan mungkin oleh hal-hal lain. Hal itu lumrah terjadi dalam hidup ini. Sebaliknya ada sementara orang bila menghadapi dan mengalami penderitaan dia tidak mampu mensyukuri penderitaan yang menimpa hidupnya. Mungkin dia bersungut-sungut dan frustrasi bahkan hingga putus asa atas penderitaan yang dialaminya.

Lalu bagaimana dengan kita? Tuhan menghendaki dan menuntut kepada kita anak-anak-Nya agar kita “mengucap syukur dalam segala hal”. Harap dicatat, bukan untuk segala hal, tetapi dalam segala hal. (1 Tes 5 :18)
Kita tidak disuruh mengucap syukur karena kita jatuh sakit. Tetapi walaupun kita sakit, kita hendaknya masih dapat melihat tangan Tuhan yang mahakasih memegang tangan kita, lalu kita mengucap syukur. Sebagai orang yang beriman kepada Kristus kita terpanggil untuk meneladani hidup Paulus seperti tertulis pada 2 Korintus 1:3-9 ini.

Kita dapat membaca bahwa Paulus memuji Allah atas belas kasihan-Nya yang besar. Paulus merasakan bahwa dia harus melalui keadaan yang mencemaskan yang disebutnya dalam ayat 8 dan ayat 9 yang menurut imannya sudah sangat memperkaya dia terhadap sifat Allah. Karena dikatakan: “Sebab kami mau, saudara-saudara supaya kamu tahu akan penderitaan yang kami alami di Asia kecil. Beban yang ditanggungkan atas kami adalah begitu besar dan begitu berat, sehingga kami telah putus asa juga akan hidup kami. Bahkan kami merasa, seolah-olah kami dijatuhi hukuman mati. Tetapi hal itu terjadi, supaya kami jangan menaruh kepercayaan pada diri kami sendiri, tetapi hanya kepada Allah yang membangkitkan orang-orang mati”. Dengan perkataan itu Paulus menjelaskan bahwa walau menderita, tetapi akhirnya tetap bersyukur. Paulus menerangkan sebabnya ia merasa begitu terharu oleh penghiburan ilahi. Di Asia kecil ia mendapat kesukaran yang begitu menjadikannya putus asa, sehingga ia menjadi yakin bahwa akhir hidupnya sudah tiba, tetapi pertolongan yang tak diduga-duga seolah-olah bangkit.

B. Mengapa kita masih harus bersyukur walau dalam penderitaan?

1. Allah sumber segala penghiburan (ay 3)

Atas keadaan itu Paulus mengaku dan percaya bahwa Allah adalah Bapa yang penuh belas kasihan, Bapa sumber segala penghiburan. Pengakuan itu muncul karena Paulus merasakan pertolongan Tuhan di saat menghadapi penderitaan, di mana penderitaan itu memberi pengertian bagi dia akan pengenalan yang benar terhadap Tuhan. Artinya di balik kejadian penderitaan itu, dia melihat sesuatu yang memperkaya dia semakin mengenal Allah. Atau dengan perkataan lain di balik penderitaan itu, Tuhan mau mengatakan sesuatu yang lebih baik dalam hidup kita. Oleh sebab itu sebagai orang yang beriman kepada Allah, apapun yang terjadi, sukacita atau penderitaan kita senantiasa mengucap syukur kepada Dia.
Tentu Paulus tidak mengatakan agar seseorang bersyukur jika mengalami penderitaan, oleh karena kejahatan atau karena kesalahannya (bnd.1 Pet.3:13-22). Bagi orang yang demikian baiklah dia bertobat dalam hidupnya dan serta merta meninggalkan kejahatan nya dan berpaling kepada Tuhan.
Penderitaan yang dialami Paulus yang kita contoh dan teladani ialah: menderita karena mengikut Kristus, karena percaya kepada Kristus, karena memberitakan Firman dan kerajaan Allah. Hal itu dapat kita baca pada 2 Korintus 11: 23-28, “dia lebih banyak berjerit lelah’ sering di dalam penjara;didera di luar batas, kerap kali dalam bahaya maut; lima kali disesah orang yahudi, setiap kali empat puluh kurang satu pukulan, tiga kali didera, satu kali dilempari dengan batu, tiga kali mengalami karam kapal, sehari semalam terkatung-katung di tengah laut, sering diancam bahaya banjir dan bahaya penyamun, bahaya dari pihak-pihak orang-orang Yahudi dan dari pihak orang-orang bukan Yahudi; bahaya di kota, bahaya di padang gurun, bahay di tengah laut dan bahaya dari pihak saudara-saudara palsu. Dia menjerit lelah dan bekerja berat, kerap kali tidak tidur, lapar dan dahaga, kerap kali berpuasa kedinginan dan tanpa pakaian namun urusannya sehari-hari untuk memelihara semua jemaat”.
Kebutuhan akan penghiburan itu disoroti dengan dengan acuan-acuan kepada kesusahan, penderitaan, kehancuran, rasa putus asa dalam hidup, rasa dijatuhi hukuman mati dan menghadapi bahaya maut. Kepastian akan pertolongan Ilahi digarisbawahi oleh pengulangan dua kali “menyelamatkan” dalam ayat 10. ”Dari kematian yang begitu ngeri Ia telah dan akan menyelamatkan kami lagi”. Allah telah menyelamatkan hamba-Nya dalam situasi yang sangat berbahaya. Hal itu meneguhkan pernyataan Paulus sebagai rasul. Juga mengilhaminya untuk tugasnya saat ini:memberikan penghiburan bagi orang lain. Yang lebih penting daripada mengidentifikasikan secara tepat krisis yang diacunya adalah taktik penggembalaan Paulus; ia ingin mengikatkan dirinya dengan para pembacanya sebagai orang yang selalu yakin akan belas kasih Allah.

2. Oleh Kristus kami menerima penghiburan berlimpah-limpah (ay.4)

Karena kesukaran-kesukaran yang luar biasa, Paulus mendapat pengalaman yang dalam dan berharga akan penghiburan Allah. Ia menguraikan penderitaannya bagaikan ikut mendapat bagian berlimpah-limpah dalam kesengsaraan Kristus. Penderitaan dan penghiburan sang Rasul tentu banyak menguntungkan orang Korintus, sekaligus menguntungkan orang-orang percaya pada masa sekarang ini.
Pertama, Paulus sendiri sekarang menjadi lebih lengkap melayani mereka, karena pengalaman-pengalaman yang dialami seorang Kristen bukan dimaksudkan untuk dirinya sendiri saja, melainkan juga untuk kepentingan orang lain, supaya orang lain sama seperti Paulus kokoh di dalam iman jika mengalami penderitaan bahkan mampu bersyukur jika mengalami penderitaan.
Kedua, orang Korintus dan pengikut Kristus pada zaman ini dapat belajar dan menimba dari sumber penghiburan yang sama, yaitu Bapa dalam Kristus Yesus Tuhan kita. Jika mengalami penderitaan; janganlah pergi kepada kekuatan lain, tetapi datanglah dan berserah hanya kepada Dia sumber dari segala penghiburan. Yesus berkata: ”Berbahagialah orang yang berdukacita, karena mereka akan dihibur” (Mat.5:4).. Hiburan ini adalah hiburan dari Mesias. Yaitu bagi mereka yang mengalami penderitaan dan yang datang berserah mohon bantuan pertolongan atau penghiburan dari Kristus Tuhan, mereka tidak pergi dan minta tolong kepada kuasa lain di dunia ini. Kemudian juga dapat kita lihat bahwa orang-orang yang mengalami penderitaan adalah orang yang berbahagia di hadapan Allah. Karena Yesus berkata, “Berbahagialah orang yang dianiaya oleh sebab kebenaran, karena merekalah yang empunya Kerajaan Sorga. Berbahagialah kamu, jika karena Aku kamu dicela dan dianiya dan kepadamu difitnahkan segala yang jahat” (Mat. 5:10-11).
Hal ini menjelaskan kepada kita bahwa orang yang mengalami penderitaan bahkan dianiaya karena kebenaran karena Kristus dan difitnahkan segala yang jahat, orang itu adalah orang yang berbahagia, kebahagiaan hingga mewarisi Kerajaan Sorga. Jika demikian kita terpanggil untuk senantiasa bersyukur dan memuji serta memuliakan Tuhan walau kita mengalami penderitaan.
Penderitaan Kristus juga memiliki kemuliaan, penghiburan yang melimpah. Berarti ada dua hal. Yang percaya pada salib dan yakin kelak memiliki pengharapan kemuliaan (lih.Flp. 3:10-11; Rm. 8:17; 1Ptr. 4:13; 5:1). Selanjutnya, di dalam Kristus berkat Allah hadir untuk melingkupi hidup setiap orang, sehingga orang yang menderita memperoleh penghiburan.


3. Renungan:

Ada sebuah ilustrasi: Seorang raja yang gemar berburu berangkat dengan pasukannya ke hutan. Entah kenapa jari kelingkingnya terputus oleh pisau yang tajam. Penasehatnya mencoba menghibur baginda tetapi baginda tetap merasa sedih. Kemudian penasihat berkata: baiklah baginda bersyukur atas kejadian ini. Raja itu marah, sudah jari terpotong dan sakit lagi, kok disuruh bersyukur, ”penasihat apa kamu!” lalu menyuruh pasukannya untuk menangkap dan memenjarakan dia selama tiga tahun. Satu bulan kemudian, oleh karena kegemaran baginda tetap berburu, baginda mengajak rombongan dan penasihat barunya. Rombongan dibagi dan baginda bersama dengan penasihat barunya. Entah kenapa mereka tersesat tidak mengetahui medan hutan tempat di mana mereka berburu. Tiba-tiba datang segerombolon orang primitif yang juga berburu. Lalu menangkap baginda dan penasihatnya untuk diajadikan persembahan kepada dewa yang disembah orang primitif itu. Mereka dimandikan sebelum dipersembahkan kepada dewa. Tiba giliran kedua kepada baginda dan pada waktu memandikannya kelihatan jarinya terpotong alias cacat. Akhirnya dia dilepaskan karena tidak cocok yang cacat untuk dipersembahkan kepada dewa. Dengan susah payah baginda kembali dan tiba di istana. Begitu tiba di istana baginda memerintahkan agar penasihatnya dilepaskan/dikeluarkan dari penjara. Kemudian baginda minta maaf kepada penasihat itu, lalu berkata, ”kamu adalah penasihat yang benar dan kebijaksana. Karena apa yang kamu katakana adalah benar, agar kita selalu bersyukur.” Saya harus bersyukur, karena jari kelingkingku ini terputus, sehingga saya boleh selamat dari tangan orang-orang primitip itu, kata baginda dengan terharu.
Raja itu menceritakan semua kejadian yang mereka alami di tempat berburu dan bagaiamana ia dapat kembali dengan selamat pulang ke istana. Setelah baginda selesai menceritakan semua, kemudian penasihat itu juga serta merta mengatakan kepada baginda syukurlah baginda memenjarakan saya, karena bila tidak, mungkin saya sudah dipersembahkan orang-orang primitip itu kepada dewa mereka. Saya mungkin sudah dibunuh oleh orang-orang primitif itu, menjadi persembahan bagi dewa mereka.”
Karena kasih Allah yang begitu besar inilah kita seharusnya mampu mengucap syukur dalam segala hal. Dengan menydari siapa kita dan siapa Allah bagi kita, maka sama seperti Paulus, kita akan mampu berkata-kata: ”Karena bagiku hidup adalah Kristus dan mati adalah keuntungan” (Flp.1:21). Jadi, kendati kita merasa sakit, gagal, banyak masalah, namun kita bersyukur karena kita memiliki Kristus yang menjadi Juruselamat kita dari segala kesulitan kita. Marilah kita bersyukur dan bernyanyi seperti Maria: ”Jiwaku memuliakan Tuhan, dan hati bergembira karena Allah Juruselamatku”(Luk.1:46-47).

sumber : Pdt. DR. Luhut P Hutajulu, MTh


2 komentar:

  1. Terima kasih atas renungan ini dan membuat saya kembali mendapatkan pemahaman tentang arti bersyukur dalam penderitaan walaupun syukur yang sesungguhnya dari penderitaan yang dialami baru akan dirasakan manfaatnya nanti pada saat yang akan datang.

    BalasHapus
  2. Renungan ini memberikan saya pemahaman yang lebih mendalam tentang "bersyukur dalam penderitaan, walaupun harus diakui secara jujur bahwa syukur yang sejati atas penderitaan yang dialami tersebut baru akan dirasakan selang waktu tertentu, yaitu bisa besok atau entah kapan.

    BalasHapus

HTML